Minggu, 19 Desember 2010

POLA TINGKAH LAKU MAKAN DAN KAWIN BURUNG KASUARI (Casuarius Sp.) DALAM PENANGKARAN DI TAMAN BURUNG DAN TAMAN ANGGREK BIAK

Klasifikasi, Penyebaran dan Ciri Umum Kasuari
Berdasarkan sistematika zoologis, burung kasuari termasuk dalam Ordo Struthioniformis, Famili Casuariidae dan  Genus Casuarius dengan tiga spesies yaitu Casuarius unappendiculatus (Kasuari Gelambir Tunggal), Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda) dan Casuarius bennetti (Kasuari Kerdil) (Coates, 1985).
Jenis kasuari gelambir tunggal banyak ditemukan di daerah hutan hujan atau hutan rawa, terutama di dataran rendah. Daerah penyebarannya sangat luas, meliputi Papua bagian utara, pulau salawati dan pulau Yapen-Serui. Tinggi kasuari jenis ini 1,2-1,5 meter (Beehler et al., 1986). Spesies ini memiliki ciri umum selain bergelambir tunggal pendek kemerahan, mahkota membentuk bidang segitiga, wajah dan kepala berwarna biru dengan leher merah berbercak kuning dibagian belakang.
Kasuari gelambir ganda sering terdapat dipinggiran hutan dan sabana. Penyebarannya meliputi Papua bagian Barat, Tenggara dan Selatan serta kepulauan Aru. Spesies ini memiliki tinggi 1,5 –1,8 meter (Beehler, et al., 1986 dan Coates, 1985). Kulit leher dan kepala berwarna biru keunguan bercampur merah dan kuning. Memiliki gelambir ganda berwarna merah pada lehernya. Bermahkota tinggi dan tebal membentuk kurva.
Kasuari kerdil lebih senang mendiami daerah pegunungan dengan ketinggiam lebih dari 3000 meter dari permukaan laut. Tinggi kasuari ini 1,1 meter dengan mahkota pendek mendatar kebelakang dan tidak bergelambir. Leher bawah berwarna merah dan bagian atas berwarna biru sampai kekulit muka dengan bercak merah disudut mulut.
Kasuari merupakan burung besar yang tubuhnya berat (60-75 kilogram), hanya dijumpai di pulau Papua, Kepulauan Aru, Seram dan Australia Timur Laut. Berkerabat dekat dengan burung Unta, Emu, Kiwi, Rhea dan Tinamou yang tergolong kedalam ratiles atau burung yang tidak dapat terbang. Kasuari dapat lari dengan kecepatan 40 kilometer per jam dengan satu lompatan melewati rintangan. Memiliki sepasang kaki yang kokoh dengan ketiga jarinya yang dipersenjatai kuku atau cakar  yang tajam dan panjang. Bulu kasuari dewasa berwarna hitam legam, kaku dan pendek. Sedangkan bulu anak kasuari berwarna coklat pucat dengan garis-garis memanjang dari kepala keekor berwarna coklat gelap. Perubahan warna bulu dari coklat bergaris menjadi coklat polos terjadi pada umur sekitar 6 bulan kemudian dari coklat menjadi warna hitam legam setelah mencapai umur dewasa kelamin yaitu sekitar umur 4 tahun. Kasuari memiliki daerah teritori tertentu dan hidup secara soliter  kecuali pada musim kawin dan saat mengasuh anak.

Tingkah Laku Reproduksi dan Makanan Kasuari
Tingkah laku.  
Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik.  Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar, sifat mengeram, sifat terbang dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).
Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar.
Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behavior), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan tingkah laku akibat mekanisme fisiologis seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus.

Tingkah laku Reproduksi.
Kasuari tergolong hewan diurnal yaitu melakukan aktivitas disiang hari. Di alam bebas kasuari menjelajahi hutan sendiri-sendiri (soliter) atau bersama anaknya atau berpasangan pada saat musim kawin. Pada saat musim kawin satwa ini bersifat nervous dan siap menyerang siapa saja yang berada disekitarnya. Menjelang dan awal musim kawin, jantan mulai mendekati betina dan pada saat ini sering terjadi perkelahian antar kasuari jantan dalam memperebutkan betina. Pertemuan jantan dan betina saat musim kawin, umumnya di daerah teritori atau di areal tempat makan kasuari betina. Bila kasuari betina telah menerima pejantan maka kasuari jantan akan mengikuti betina terus sehingga terlihat berpasangan, tetapi sebaliknya bila betina menolak maka jantan akan diusir. Pengusiran ini lebih sering terjadi pada saat diluar musim kawin. Kasuari betina umumnya lebih besar dari jantan.
Kasuari merupakan salah satu spesies yang melakukan perkawinan dengan sistem poliandri. Seekor kasuari betina akan kawin dengan lebih dari satu kasuari jantan. Setelah satu clatch peneluran, kasuari betina akan meninggalkan pasangannya dan akan mencari dan akan bercumbu dengan kasuari jantan lain sampai dibuahi pada clutch peneluran berikutnya. Semakin tua kasuari betina semakin luas teritorinya, lebih banyak pasangannya dan lebih agresif saat bercumbu sehingga turunannya lebih banyak.
Menurut Coates (1986), musim kawin pada kasuari gelambir ganda (Casuarius casuarius) umumnya dari bulan Juni sampai Oktober tetapi paling sering Juli dan Agustus, sedangkan pada kasuari gelambir tunggal (Casuarius unappendiculatus) masa kawin terjadi selama musim panas dan musim bertelur pada bulan Juni. Masa kawin pada kasuari kerdil (Casuarius bennetti) terjadi pada akhir musim hujan atau bulan Maret dan April.
Kasuari jantan dan betina menduduki teritori tertentu pada saat bertelur. Betina meletakkan 3-6 telur berwarna kehijauan dalam sarang yang terbuat dari daun-daunan pada pangkal sebatang pohon, kemudian betina pergi ke hutan meninggalkan sang jantan yang akan mengerami, menjaga dan mempertahankan anak-anaknya dari predator. Selama kurang lebih 7 minggu jantan sibuk mengerami telur dan menjaga anaknya setelah menetas. Jika pada waktu pengeraman ini terdapat gangguan atau ancaman dari luar maka sang jantan akan segera lari ke hutan, berusaha mengalihkan perhatian predator terhadap telur atau anak-anaknya yang berharga. Bagi pejantan sendiri merupakan sasaran yang penampilannya menyolok karena warnanya yang hitam kelam, sedangkan telur berwarna hijau dan anak kasuari bergaris garis coklat sehingga kemungkinan besar tidak akan terlihat oleh predator. Anak kasuari akan tinggal bersama kedua induknya sampai umur sembilan bulan sebelum mereka menjalani pola hidup soliter dan menduduki teritori atau home range sendiri (Coates, 1986).

Tingkah Laku Makan.
Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada ditempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan dan (3) menjadi parasit pada organisme lain (Arms dan Camp, 1979). Tingkah laku makan kasuari seperti halnya tingkah laku lainnya, dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat. Faktor genetik seperti telah diuraikan diatas. Faktor suhu lingkungan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi. Pada suhu rendah, kasuari akan menkonsumsi makanan lebih banyak dari pada saat suhu lingkungan tinggi. Faktor jenis makanan yang tersedia berpengaruh terhadap tingkah laku makan, terutama dalam menggunakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan, mengambil dan memakan. Faktor habitat, baik insitu (alami) maupun eksitu (penangkaran) mempengaruhi tingkah laku makan yang berbeda.
Kasuari dalam mengkonsumsi makanan, mengambil makanan  dengan paruh, menjepitnya dan langsung menelannya tanpa mengalami pengunyahan dalam mulut. Cara makan seperti ini sama halnya dengan burung pemakan biji-bijian lainnya (Burton, 1985). Menurut Coates (1985), makanan kasuari di habitat alaminya berupa buah-buahan dan biji-bijian, serangga dan jaringan tumbuh-tumbuhan serta hewan kecil seperti udang dan ikan yang diperoleh dipinggiran sungai atau kali yang terdapat di hutan. Kasuari menghasilkan feces berupa tumpukan sisa buah atau biji yang tidak tercerna.


MATERI DAN METODA

Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 2 bulan, bulan Februari dan Maret saat musim kawin.
Materi utama adalah 5 ekor burung kasuari yaitu :
-         Satu ekor kasuari jantan gelambir tunggal (Casuarius unapendiculatus) berumur tujuh tahun
-         Dua ekor kasuari betina gelambir ganda (Casuarius casuarius) berumur empat dan tujuh tahun
-         Satu ekor kasuari jantan kecil (Casuarius bennetti) berumur empat tahun
-         Satu ekor kasuari betina gelambir tiga (hasil persilangan kasuari gelambir tunggal dan ganda) berumur dua tahun.
Dua ekor kasuari ditempatkan dalam kandang secara terpisah, masing-masing berukuran 3x4 meter yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum dan tiga ekor kasuari dilepaskan bebas di dalam areal penagkaran di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak.
Selain itu, disiapkan bahan makanan berupa buah-buahan dan umbi-umbian (pisang, pepaya, ubi jalar dan talas). Pengamatan dilakukan secara visual dan bantuan perlatan kamera, teropong binokuler, timbangan dan peralatan pendukung lainnya.
Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas harian burung kasuari meliputi tingkah laku makan dan kawin. Pengamatan dilakukan secara intensif dan semua data yang diperoleh secara obyektif dianalisis secara tabulasi dan data yang diperoleh secara subyektif dianalisis secara deskriptif





Keadaan Umum Penangkaran
Taman Burung dan Taman Anggrek Biak merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Biak-Numfor, Papua yang mempunyai fungsi pariwisata dan konservasi, disamping untuk pendidikan dan penelitian. Kawasan ini memilki luas 5 hektar dengan rencana perluasan 30 hektar.
Secara geografis, Taman Burung dan Taman Anggrek Biak terletak pada 1340 47’- 1360 BT dan 6055’- 30020’ LS dengan ketinggian 10-15 meter dari permukaan laut dan bervegetasi hutan sekunder, serta berjarak 12 kilometer dari pusat kota Biak. Daerah ini memiliki curah hujan rata-rata 231,8 milimeter dengan 20 hari hujan. Suhu udara berkisar 240C- 30,10C atau rata-rata 270C. Rata-rata kelembaban udara 98 % dan  penyinaran matahari 53 %.
Koleksi yang dimiliki merupakan fauna burung spesifik Papua (59 jenis) dan flora Papua khususnya anggrek (69 jenis) yang sekaligus merupakan gudang plasma nutfah. Fasilitas lain berupa bangunan fisik dan kandang  dengan perlengkapan untuk pemeliharaan dan perawatan burung dan anggrek.

Tingkah Laku Makan

Cara dan Waktu makan.
    Cara makan burung kasuari di dalam penangkaran, baik dalam mengkonsumsi maupun mengambil makanan dilakukan dengan paruh menjepitnya dan langsung menelan tanpa mengalami pengunyahan dalam mulut. Cara makan ini, sama seperti halnya dengan burung pemakan biji-bijian lain di habitat alamnya (Burton, 1985). Pada saat mengkonsumsi makanan, dapat dilakukan dalam keadaan berdiri atau duduk dengan cara menekuk kedua kakinya sampai badannya mendekati tanah. Kasuari akan memilih makanannya dari warna, bentuk, ukuran dan tektur makanan tersebut. Aktivitas makan ini berlangsung hampir sepanjang hari selama persediaan makanan masih ada. Aktivitas makan akan berkurang atau berhenti jika makanan tidak tersedia, temperatur udara meningkat (siang hari) atau jika hari gelap. Pada keadaan suhu udara meningkat di siang hari, kasuari akan mengkonsumsi air minum melebihi dari biasanya dan cenderung akan membasahi seluruh tubuhnya dengan cara berendam di kolam air atau berbaring ditempat-tempat yang becek, berair atau basah. Hal ini diduga merupakan usaha kasuari untuk mengurangi panas tubuhnya karena tidak memiliki kelenjar keringat. Tingkah laku tersebut sesuai dengan habitat kasuari yang menyenangi tempat-tempat yang berair seperti hutan rawa, sungai dan daerah yang dingin atau sejuk seperti daerah pegunungan, tetapi dapat juga beradaptasi di dataran rendah (Coates, 1985).
  Konsumsi makanan pada kasuari yang dikandangkan tergantung dari makanan yang disediakan dalam kandang, sedangkan kasuari yang dilepas disamping memperoleh makanan dari yang disediakan juga memperoleh tambahan makanan buah-buahan atau biji-bijian dari tanaman yang tumbuh disekitar lokasi penangkaran. Namun kasuari yang dilepas ini cenderung akan kembali makan di tempat makan yang telah disediakan.

Jenis dan Jumlah Konsumsi Makanan.
Jumlah konsumsi empat jenis makanan oleh kasuari selama pengamatan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Jumlah Konsumsi Makanan Kasuari Didalam Penangkaran    Di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak.

Jenis Makanan
Kasuari Dewasa Dilepas
Kasuari Dewasa Dikandangkan
Anak Kasuari
Dilepas

Gram/ekor/hari
%
Gram/ekor/hari
%
Gram/ekor/hari
%
Pisang
1930
68.3
1135
50.3
1770
65.7
Pepaya
825
29.2
1080
47.9
880
32.7
Ubi jalar
33.93
1.2
14.29
0.6
14.29
0.5
Talas
37.50
1.3
26.79
1.2
28.57
1.1
Jumlah
2826.43
100.0
2256.08
100.0
2692.86
100.0

Pada Tabel 1 menggambarkan bahwa jumlah tertinggi konsumsi rata-rata per ekor per hari terhadap empat jenis pakan yang diberikan adalah pada kasuari dewasa yang dilepas, kemudian diikuti anak kasuari yang dilepas dan terendah pada kasuari yang dikandangkan. Rendahnya konsumsi pada kasuari dewasa yang dikandangkan, diduga letak kandang pada lokasi terbuka yang mendapatkan panas matahari terus menerus sehingga   suhu kandang menjadi lebih panas dan  menyebabkan konsumsi menjadi lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1978) bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap konsumsi makanan dari spesies hewan. Pada suhu meningkat, konsumsi makanan akan menurun.
Keadaan tersebut di atas juga akan mempengaruhi pola konsumsi jenis makanan dan jumlahnya. Pada kasuari yang dilepas, baik dewasa maupun anak lebih banyak mengkonsumsi pisang, sedangkan kasuari yang dikandangkan lebih banyak mengkonsumsi pepaya. Hal ini sehubungan dengan suhu kandang yang panas sehingga kasuari mengkonsumsi makanan yang kandungan  airnya tinggi.
Jenis pakan yang dikonsumsi paling sedikit baik oleh kasuari yang dilepas maupun dikandangkan adalah ubi jalar. Hal ini disebabkan tektur potongan ubi jalar yang kasar dan keras sehingga kurang disukai. Sedangkan jenis pakan talas juga dikonsumsi kasuari lebih sedikit dibanding pisang dan pepaya, tetapi lebih tinggi daripada ubi jalar. Sebab meskipun tekstur talas keras, tetapi adanya lendir pada talas dapat melicinkan bahan, sehingga memudahkan dalam penelanan.
Dari jenis pakan yang dikonsumsi, nampak bahwa jenis pakan buah-buahan lebih disukai kasuari dari pada jenis pakan umbi-umbian.  Pada kasuari yang dilepas juga mengkonsumsi buah dan biji-bijian dari tumbuhan pada vegetasi yang ada disekitar lokasi penangkaran. Keadaan ini mendukung pendapat Stocker dan Irvine (1983) bahwa kasuari adalah hewan pemakan biji-bijian dan buah-buahan. Menurut Pratt dan Stiles (1985), Hewan pemakan biji-bijian/buah-buahan baik yang terproteksi maupun tidak dikelompokkan sebagai Fruit Pigeon dan Bower Bird.


Tingkah Laku Kawin.
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa masa kawin kasuari di dalam penangkaran terjadi pada bulan Januari sampai Maret. Masa kawin ini mengalami pergeseran waktu dibandingkan hasil penelitian  Setio (!995) yang mengamati musim kawin terjadi pada bulan Juli sampai Desember dan intensitas tertinggi pada bulan  Agustus, November dan Desember. Sedangkan pada habitat alaminya, masa kawin  terjadi pada bulan Maret, April, Juli dan Agustus (Coates, !985). Pergeseran pola reproduksi (masa kawin) ini diduga disebabkan oleh faktor makanan dan habitatnya. Jumlah makanan yang mencukupi dapat mempengaruhi pola reproduksi, karena energi dari makanan yang cukup dapat digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan berkembang biak dengan baik. Demikian halnya terhadap perubahan habitat dapat menyebabkan proses adaptasi terhadap lingkungan baru yang dapat mempengaruhi dalam proses fisiologis hewan, termasuk fisiologi reproduksi.
Selama pengamatan terlihat bahwa pada saat musim kawin, kasuari jantan dan betina akan selalu berjalan bersama. Cara bercumbu dimulai oleh pejantan yang mencoba mendekati betina secara bertahap dan perlahan. Pada awalnya kasuari jantan akan diusir oleh kasuari betina. Namun jantan hanya menghindar sebentar dan tidak jauh dari betina, kemudian mendekat lagi. Proses ini terjadi berulang sampai kasuari betina memperlihatkan gejala birahi.
Gejala birahi kasuari betina ditunjukkan mulai dari tingkah laku duduk dengan melipat kedua kaki kedepan, badan ditundukkan kedepan sejajar dengan kedua kakinya dan posisi leher dan kepala hampir rata dengan tanah, bila didekati oleh pejantan ataupun manusia. Apabila betina telah menunjukkan gejala birahi tersebut, kasuari jantan akan segera menghampiri betina secara perlahan sambil mematuk-matuk benda disekitarnya. Setelah dekat, kasuari jantan akan mulai mencumbu betina dengan cara meatuk-matuk pelan kepala betina, menisik-nisik (membelai) bulu-bulu bagian belakang dan kadang-kadang mematuk-matuk kaki betina dengan hati-hati, seakan-akan mengatur posisi/kedudukan betina. Bila kedudukan betina dirasa sudah cukup baik, jantan akan segera mulai merapatkan tubuhnya, merangkak maju perlahan sambil menggeser-geser kakinya yang telah ditekuk kedepan  dengan posisi badan tegak sampai daerah bagian organ reproduksi jantan menempel pada daerah bagian organ reproduksi betina. Tahap berikutnya, bagian ekor jantan akan digeser-geser hingga organ reproduksi jantan dan betina bertemu dan terjadi proses kopulasi (kawin). Pada saat ini, jantan melakukan kopulasi (intersupsio) dengan cara menekan berulangkali selama kurang lebih satu menit. Setelah proses kopulasi selesai,  baik jantan dan betina segera berdiri dan mengibas-ngibaskan bulunya dan setelah itu kadang-kadang kasuari betina tampak marah dan segera mengusir atau mengejar kasuari jantan. Tetapi kasuari jantan hanya menghindar sebentar dan tidak jauh dari tempat betina berada. Tingkah laku ini (mengusir jantan) juga akan ditunjukkan betina bila dalam proses percumbuan kasuari jantan gagal melakukan perkawinan. Apabila hal ini terjadi, kasuari jantan akan menghindar agak jauh dari betina beberapa saat. Selanjutnya proses aktivitas percumbuan akan berulang kembali mulai dari berjalan bersama, percumbuan sampai perkawinan. Proses percumbuan sampai terjadi perkawinan pada kasuari berlangsung selama kurang lebih 10 menit.


KESIMPULAN

1.      Pola tingkah laku makan kasuari dalam penangkaran lebih menyukai jenis pakan dengan tektur tidak terlalu keras dan bila suhu udara meningkat cenderung mengkonsumsi jenis pakan yang lebih berair.
2.      Tingkah laku kawin kasuari dimulai dengan jalan berpasangan, percumbuan dan perkawinan. Lama proses percumbuan sampai kopulasi kurang lebih 10 menit dan lama proses kopulasi sekitar satu menit. Intensitas tertinggi waktu kawin terjadi pada bulan Februari dan Maret

Jumat, 17 Desember 2010

Penemuan Spesies Baru di Parit Laut Paling Dalam di Dunia

Minggu, 17 Oktober 2010 - "Temuan ini mendorong evaluasi ulang terhadap keanekaragaman dan kelimpahan kehidupan di kedalaman ekstrim."

Para ilmuwan menyelidiki pada salah satu parit terdalam di dunia laut – yang sebelumnya dianggap tidak dihuni ikan – telah menemukan sebuah spesies yang sama sekali baru.
Temuan oleh tim ahli biologi laut dari Aberdeen, Tokyo dan Selandia Baru, telah memberikan penerangan baru tentang kehidupan di tempat-tempat terdalam di bumi dan distribusi global ikan di lautan kita.
Ekspedisi ke dalam parit Peru-Chili di selatan Samudra Pasifik Timur mengungkapkan spesies baru snailfish di kedalaman 7000 meter, belum pernah tertangkap atau terekam kamera.
Kelompok-kelompok masal belut-cusk dan pemakan bangkai crustacean besar juga ditemukan hidup di kedalaman ini untuk pertama kalinya.
Selama tiga minggu ekspedisi dengan kapal riset Sonne, tim ilmuwan memanfaatkan teknologi pencitraan keadaan-seni-kedalaman-laut, termasuk sistem kamera berumpan bebas-tenggelam pada ultra-kedalaman laut, untuk mengambil total 6000 foto di antara 4500 dan 8000  meter di kedalaman parit.
Ini merupakan espedisi ketujuh yang berlangsung sebagai bagian dari HADEEP – sebuah proyek penelitian kolaboratif antara Oceanlab Universitas Aberdeen dan Institut Penelitian Kelautan Universitas Tokyo, dengan dukungan dari Institut Air dan Atmosfer Nasional (NIWA) Selandia Baru.
Para ilmuwan Oceanlab mengungkapkan spesies baru snailfish di kedalaman 7000 meter, yang belum pernah tertangkap atau terekam kamera. (Kredit: Universitas Aberdeen)
Tim HADEEP telah menyelidiki kedalaman ekstrim di seluruh dunia selama 3 tahun. Temuan mereka sampai saat ini telah menyertakan penangkapan ikan dengan kamera di dunia terdalam untuk pertama kalinya.
Penemuan-penemuan terbaru ini memberikan wawasan baru ke kedalaman di mana ikan bertahan dan keragaman populasi yang bisa berada di titik-titik terdalam samudera di seluruh dunia.
Dr Alan Jamieson dari Oceanlab Universitas Aberdeen, yang memimpin ekspedisi, mengatakan: “Temuan kami, yang mengungkapkan spesies yang beragam dan melimpah pada kedalaman yang sebelumnya dianggap hampa ikan, akan meminta suatu pemikiran kembali mengenai populasi laut di kedalaman ekstrim.
Pemakan bangkai crustacean besar ditemukan hidup di kedalaman 8000 meter untuk pertama kalinya. (Kredit: Universitas Aberdeen)
“Ekspedisi ini dipicu oleh temuan kami tahun 2008 dan 2009 di Jepang dan Selandia Baru, di mana kami menemukan spesies baru snailfish yang dikenal sebagai Liparids – parit-parit tanpa habitat di Jepang dan Selandia Baru pada kedalaman sekitar 7000 meter – dengan masing-masing parit menjadi kediaman tersendiri bagi spesies ikan yang unik.
“Untuk menguji apakah spesies ini akan ditemukan di semua parit, kami mengulang eksperimen kami di sisi lain Samudera Pasifik di Peru dan Chile, sekitar 6000 mil dari pengamatan terakhir kami.” Apa yang kami temukan adalah bahwa memang ada spesies unik lainnya yang hidup, snailfish di kedalaman 7000 meter – spesies yang sama sekali baru bagi ilmu pengetahuan, yang tidak pernah tertangkap atau terlihat sebelumnya.
“Spesies belut-cusk – dikenal sebagai Ophidiids – juga berkumpul di depan kamera kami dan mulai berebut makanan (umpan pada kamera) selama 22 jam – keseluruhan durasi penyebaran.
“Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menguraikan apakah ini juga spesies belut-cusk yang sama sekali baru yang telah kami temukan.
Kelompok masal spesies belut-cusk, dikenal sebagai Ophidiid. (Kredit: Universitas Aberdeen)
“Penyelidikan kami juga mengungkapkan spesies pemakan bangkai crustacea – dikenal sebagai amphipod – yang sebelumnya tidak kami ketahui berada di kedalaman ini dalam jumlah besar.
“Makhluk ini seperti udang besar dalam satu kelompok tertentu, yang disebut Eurythenes, umumnya jauh lebih besar dan lebih banyak berada di parit daripada yang pernah ditemukan sebelumnya.”
Dr Niamh Kilgallen, seorang ahli amphipod dari Niwa mengatakan: “Kelimpahan dari amphipod besar saja sudah sangat luar biasa, khususnya pada kedalaman 7000, dan 8000 meter yang jauh lebih dalam dari yang telah ditemukan di dalam parit lain. Ini menimbulkan pertanyaan mengapa dan bagaimana mereka dapat hidup di parit yang begitu dalam ini tetapi tidak di tempat lainnya.”
Dr Toyonobu Fujii, ahli ikan laut dari Universitas Aberdeen mengatakan, “Seberapa dalam ikan bisa hidup telah lama menjadi pertanyaan yang menarik, dan hasil dari ekspedisi ini telah memberikan wawasan lebih dalam pada pemahaman kita tentang distribusi global ikan di lautan.”
Dr Jamieson menambahkan: “Temuan ini mendorong evaluasi ulang terhadap keanekaragaman dan kelimpahan kehidupan di kedalaman ekstrim. Selanjutnya, sekarang jelas bahwa masing-masing dari kedalaman parit di seluruh dunia mengatur perakitan unik hewan yang dapat berbeda jauh dari parit ke parit. Isolasi besar setiap parit menggambarkan kesejajaran dengan teori evolusi kepulauan yang dipopulerkan oleh burung-burung finch Darwin.” Proyek HADEEP ini didanai oleh Nippon Foundation, Jepang, dan NERC, Inggris.
Sumber Artikel: abdn.ac.uk

HEWAN-HEWAN DARI KEDALAMAN LAUT

Senin, 25 Oktober 2010 - Sebagian besar hewan di kedalaman laut sangat rapuh dan mudah rusak ketika tertangkap dalam penelitian dan juga oleh penangkapan jaring ikan komersial.

Manajer koleksi senior Museum Victoria dan spesialis ikan, Dianne Bray, baru-baru ini kembali membawa serta makhluk-makhluk luar biasa dari kedalaman laut hasil dari ekspedisi selama tiga minggu di Samudra Pasifik selatan-timur Peru dan Chile.
Dia bergabung dengan tim ahli biologi internasional untuk menyelidiki bioluminescence dan sistem sensor hewan-hewan yang ditemukan di Palung Peru-Chili, termasuk yang tinggal di di kedalaman antara 150-200 dan 1000 meter, serta fauna pemakan bangkai yang ditemukan di bagian bawah palungan. Tim ini, termasuk ilmuwan dari Australia, Jerman, Inggris, Jepang, Amerika Serikat dan Selandia Baru, menggunakan pengambilan sampel khusus dan mengumpulkan peralatan untuk memperoleh gambar dan spesimen.

Belly dragonfish hitam (Kredit: Museum Victoria)

Jellyfish (Kredit: Museum Victoria)

Mesopelagic amphipod (Kredit: Museum Victoria)
Makanan sangat langka di kedalaman laut dan banyak hewan yang sangat beradaptasi untuk mencari makan tanpa dirinya dimakan. Banyak spesies yang melakukan migrasi harian untuk mencari makan pada malam hari di kedalaman 200 meter di mana makanan lebih banyak, lalu kembali ke persembunyian di perairan gelap pada siang harinya. Bioluminescence adalah sumber utama cahaya dan digunakan oleh hewan untuk menyembunyikan siluet mereka, untuk menarik mangsa, untuk menerangi mangsa dan untuk pengakuan spesies.
Sebagian besar hewan di kedalaman laut sangat rapuh dan mudah rusak ketika tertangkap dalam penelitian dan juga oleh penangkapan jaring ikan komersial. Ekspedisi pukat jaring, dikembangkan di Universitas Queensland dan Pelabuhan Cabang Oseanografi Institute di AS, telah dirancang untuk mengumpulkan hewan laut dengan sangat hati-hati dan membawa mereka ke permukaan dengan sangat pelan-pelan, memastikan spesimen itu tetap hidup dan dalam kondisi yang baik.

Amphipod pemakan bangkai (Kredit: Museum Victoria)

Ikan-ikan pemakan bangkai yang hidup di bawah palungan (Kredit: Museum Victoria)
Beberapa peneliti di atas kapal sedang mempelajari sistem visual ikan dan cumi-cumi yang hidup dalam cahaya redup di kedalaman laut. Yang lainnya sedang melihat sistem barisan lateral yang sering berkembang dengan baik pada ikan di kedalaman laut dan dapat mendeteksi gerakan dan getaran dalam  air sekitarnya. Tim lain bekerja pada gen yang mendorong ritme biologis harian hewan di kedalaman laut. Pada lima kali kesempatan, sebuah pendarat bentik dengan kamera video berumpan khusus untuk kedalaman laut disertai perangkap berumpan dikerahkan ke bagian bawah palungan untuk merekam dan mengumpulkan hewan-hewan pemakan bangkai yang hidup di dasar laut hingga kedalaman lebih dari delapan kilometer.
Bray membawa kembali beberapa hewan yang luar biasa untuk penelitian koleksi Museum Victoria, termasuk belut gulper, ikan pemancing kedalaman laut, dan  banyak invertebrata cantik, seperti udang merah dan cumi. Dia juga membawa kembali seekor krustasea amphipod yang dikumpulkan dari permukaan bawah di kedalaman tujuh kilometer. Hewan ini bertahan dengan memakan bangkai hewan yang mati dan jatuh ke dasar laut. Ekspedisi ini menemukan banyak spesies baru bagi ilmu pengetahuan.
Sumber Artikel: museumvictoria.com.au

Hubungan Sosial pada Hewan Memiliki Dasar Genetik

Rabu, 8 Desember 2010 - Karena perilaku sosial memiliki komponen genetik, suatu sifat sosial memiliki kemampuan untuk menjalankan seluruh generasi dan berevolusi.

Kemampuan mentolerir agresi sebagian adalah bersifat genetik, demikian menurut ilmuwan hayati UCLA dalam studi pertama yang menunjukkan komponen genetik pada sifat jaringan sosial dalam populasi non-manusia.
“Kemampuan untuk mentolerir agresi diturunkan dari generasi ke generasi, terdapat variasi genetik dalam kemampuan agresi mentolerir,” kata rekan penulis studi, Daniel T. Blumstein, profesor dan kepala ekologi dan biologi evolusi di UCLA.
Blumstein, pemimpin dalam bidang penerapan statistik jaringan sosial pada hewan, bersama koleganya mempelajari empat kelompok marmut berperut kuning, yang berkerabat dengan tupai. Studi ini dilakukan lebih dari enam tahun di Pegunungan Rocky Colorado. Setiap kelompok meliputi 15 hingga 30 ekor marmut.
Untuk mempelajari perilaku sosial hewan, ahli biologi menerapkan jenis statistik jaringan sosial yang sama yang digunakan oleh Google dan Facebook dalam mempelajari tingkah laku manusia.
“Kami memperoleh wawasan baru ke dalam pentingnya mentoleransi interaksi agresif,” kata Blumstein. “Hubungan itu adalah penting bagi stabilitas sosial dan keberhasilan reproduksi. Saya percaya ide ini digeneralisasikan melampaui marmut.”
Penelitian ini, yang didanai oleh National Science Foundation dan National Geographic Society, telah dipublikasikan dalam edisi awal jurnal online Proceedings of the National Academy of Sciences dan akan muncul pada tanggal 14 Desember dalam edisi cetak jurnal.
Penulis utama makalah ini, Amanda Lea, seorang mantan mahasiswi UCLA yang kini menjabat asisten peneliti dalam biologi ekologi dan evolusi, menghabiskan dua musim panas untuk mengamati marmut selama empat jam sehari dan menganalisis perilaku mereka – dilakukan dari jarak yang cukup jauh agar tidak mempengaruhi perilaku mereka.
“Kami menemukan bahwa memiliki interaksi yang ramah, banyak memberi manfaat bagi kebugaran marmut – marmut-marmut ini lebih banyak bereproduksi. Tapi yang mengherankan, kami menemukan bahwa marmut yang terlibat dalam jaringan interaksi yang tidak ramah juga menunjukkan tingkat kebugaran yang lebih tinggi,” kata Lea. “Selama seumur hidup, seekor marmut yang sangat sosial akan memiliki keturunan lebih banyak daripada yang kurang sosial. Tapi herannya, seekor marmut yang sering memilih pun demikian.”
“Unit keluarga adalah penting, bahkan jika interaksi mereka tidak selalu menyenangkan,” kata Blumstein.
Seperti manusia, beberapa marmut cukup ramah, beberapa tetap untuk diri mereka sendiri dan yang lainnya lebih agresif, kata Lea. Mereka hidup dalam kelompok keluarga, pengantin pria dengan yang lainnya, duduk berdampingan satu sama lain, bermain bersama dan, lebih jarang, berkelahi. Mereka hidup hingga 15 tahun, kata Blumstein.
Marmut betina biasanya memiliki 3-9 keturunan dalam setahun dan bisa menghasilkan 60 keturunan selama seumur hidup. Beberapa pejantan bisa memiliki sebanyak 150 keturunan atau lebih, meskipun sebagian besar jauh lebih sedikit, kata Blumstein.
Blumstein, Lea dan para kolega menerapkan statistik jaringan sosial, analisis komputasi dan genetik kuantitatif pada perilaku sosial marmut. Mereka meneliti, misalnya, apakah interaksinya ramah atau agresif, dan mereka menerapkan teknik statistik sains untuk memperkirakan heritabilitas sifat dan apakah sifat tertentu berkorelasi dengan keberhasilan reproduksi.
Bersama rekan-rekannya, Blumstein, yang telah mempelajari marmut selama lebih dari 20 tahun untuk studi tentang biologi dan evolusi mereka, menghitung komponen genetik untuk perilaku sosial marmut. Faktor-faktor genetik beberapanya terdapat perbedaan 10 persen di antara marmut, sedangkan sekitar 20 persen variasinya disebabkan oleh lingkungan sosial.
“Terdapat komponen genetik untuk perilaku sosial tertentu, dan kami telah menghitungnya,” kata Blumstein.
Karena perilaku sosial memiliki komponen genetik, suatu sifat sosial memiliki kemampuan untuk menjalankan seluruh generasi dan berevolusi.
“Statistik jaringan sosial bisa menjadi cara yang berguna untuk mempelajari berbagai hewan dan memahami evolusi sosial,” kata Blumstein. “Studi ini menunjukkan bahwa sifat-sifat yang kami definisikan dengan menggunakan analisis jaringan sosial, dapat berevolusi, dan belum pernah ada yang menunjukkan hal seperti ini sebelumnya.”
Para ilmuwan hayati membuat prediksi dan menemukan beberapa hasil yang mengejutkan.
“Kami memperkirakan bahwa hubungan langsung dan cepat, di mana suatu individu memiliki kendali, mungkin memiliki heritabilitas yang lebih tinggi (secara genetik) dari hubungan tidak langsung,” kata Blumstein.
“Kami menemukan bahwa tindakan langsung diwariskan dan tindakan tidak langsung tidak diwariskan, kami menduga akan hal ini,” katanya. “Namun, dalam hubungan langsung, Anda mungkin berharap bahwa hal yang saya lakukan pada Anda, hal-hal di mana saya memiliki kendali, akan memiliki heritabilitas yang signifikan, tapi apa yang kami temukan adalah sebaliknya: kemampuan untuk mentolerir agresilah yang diwariskan, dan kami menemukan hal yang menarik itu. Toleransi agresi adalah, secara mengherankan, sangat penting pada marmut dan mungkin pada spesies lain.”
“Banyak orang mungkin tidak mengakui manfaat dari interaksi agresif, bahkan jika Anda berada di sisi penerima,” kata Lea.
Blumstein mengatakan bahwa temuan ini berimplikasi penting untuk mengapa hewan bersifat sosial.
Marmut-marmut di Colorado ini telah diteliti sejak tahun 1962 – salah satu penelitian hewan yang paling lama. Blumstein telah mempelajari marmut di seluruh dunia, dan yang satu ini selama lebih dari satu dekade.
“Setelah kami memiliki silsilah yang bagus, pemahaman yang baik tentang hubungan genetik di antara mereka, kami bisa mengajukan pertanyaan tentang berbagai perilaku heritabilitas – kemampuan perilaku yang akan diwariskan dari generasi ke generasi,” katanya.
Mengapa Blumstein mengabdikan begitu banyak penelitian untuk mempelajari hewan-hewan ini?
“Sebagian besar spesies tidak memiliki tempat tinggal tetap, tapi marmut punya, dan karena mereka memiliki tempat tinggal, Anda bisa mengatur kemah dan mempelajari mereka,” katanya. “Anda dapat pergi ke dalam liang mereka setiap hari dan menyaksikan mereka. Kita bisa belajar banyak tentang evolusi, nilai adaptif sosialitas serta nilai adaptif komunikasi yang kompleks dengan mempelajari marmut dan tupai tanah.”
Sumber artikel: Social relationships in animals have a genetic basis, UCLA biologists report (Stuart Wolpert – newsroom.ucla.edu)
Kredit: University of California – Los Angeles
Informasi lebih lanjut:
A. J. Lea, D. T. Blumstein, T. W. Wey, J. G. A. Martin. Heritable victimization and the benefits of agonistic relationships. Proceedings of the National Academy of Sciences, 2010; DOI: 10.1073/pnas.1009882107

Minggu, 05 Desember 2010

Contoh Bentuk Adaptasi Tingkah Laku (Behavioral) Pada Makhluk Hidup - Ilmu Biologi

Fri, 06/02/2009 - 3:45am — godam64

Makhluk hidup melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekitar habitat tempat hidupnya tidak terkecuali manusia. Adaptasi yang dilakukan makhluk hidup bertujuan untuk dapat bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang mungkin kurang menguntungkan. Di bawah ini adalah merupakan beberapa bentuk adaptasi tingkah laku (behavioral adaptation) pada binatang / hewan di sekitar kita disertai pengertian dan arti definisi :
1. Mimikri
Mimikri adalah teknik manipulasi warna kulit pada binatang seperti misalnya bunglon yang dapat berubah-ubah sesuai warna benda di sekitarnya agar dapat mengelabuhi binatang predator / pemangsa sehingga sulit mendeteksi keberadaan bunglon untuk dimangsa. Jika bunglon dekat dengan dedaunan hijau maka dia akan berubah warna kulit menjadi hijau, jika dekat batang pohon warna coklat, dia juga ikut ganti warna menjadi coklat, dan lain sebagainya.
2. Hibernasi
Hibernasi adalah teknik bertahan hidup pada lingkungan yang keras dengan cara tidur menonaktifkan dirinya (dorman). Hibernasi bisa berlangsung lama secara berbulan-bulan seperti beruang pada musim dingin. Hibernasi biasanya membutuhkan energi yang sedikit, karena selama masa itu biantang yang berhibernasi akan memiliki suhu tubuh yang rendah, detak jantung yang lambat, pernapasan yang lambat, dan lain-lain. Binatang tersebut akan kembali aktif atau bangun setelah masa sulit terlewati. Contoh hewan yang berhibernasi yaitu seperti ular, ikan, beruang, kura-kura, bengkarung, dan lain-lain.
3. Autotomi
Autotomi adalah teknik bertahan hidup dengan cara mengorbankan salah satu bagian tubuh. Contoh autotomi yaitu pada cicak / cecak yang biasa hidup di dinding rumah, pohon, dll. Cicak jika merasa terancam ia akan tega memutuskan ekornya sendiri untuk kabur dari sergapan musuh. Ekor yang putus akan melakukan gerakan-gerakan yang cukup menarik perhatian sehingga perhatian pemangsa akan fokus ke ekor yang putus, sehingga cicak pun bisa kabur dengan lebih leluasa.
4. Estivasi
Estivasi adalah menonaktivkan diri (dorman) pada saat kondisi lingkungan tidak bersahabat. Bedanya dengan hibernasi adalah di mana pada estivasi dilakukan pada musim panas dengan suhu udara yang panas dan kering. Hewan-hewan seperti kelelawar, tupai, lemur kerdil, dll akan mengestivasi diri di tempat yang aman dan terlindung. Pada tumbuhan estivasi juga dilakukan oleh oleh pohon jati dengna meranggas atau menggugurkan daun.
5. Simbiosis Rayap dan Flagellata
Rayap membutuhkan bantuan makhluk hidup lainnya yaitu flagelata untuk mencerna kayu yang ada di dalam usus rayap. Tanpa flagellata rayap tidak akan mampu mencerna kayu yang masuk ke dalam tubuhnya. Rayap-rayap kecil yang baru menetas mendapatkan flagellata dengan jalan menjilat dubur rayap dewasa. Rayap secara periodik melakukan aktivitas ganti kulit dan meninggalkan bagian usus lama, sehingga rayap akan memakan kulit yang mengelupas untuk memasukkan kembali flagellata ke dalam usus pencernaannya.
6. Pernapasan Ikan Paus
Ikan paus adalah mamalia yang mirip ikan dan hidup di air. Paus memiliki paru-paru yang harus diisi dengan oksigen dari permukaan laut minimal setiap setangah jam sekali. Ikan paus ketika muncuk ke permukaan akan membuang udara kotor lewat hidung mirip seperti air mancur yang berisi karbon dioksida bercampur uap air jenuh yang terkondensasi.

Rabu, 10 November 2010

CARA BERTAHAN HIDUP DI DALAM HUTAN

              cara bertahan hidup di hutan | survival



Nah klo kaskuser suka pergi ke alam terbuka atau mungkin ke hutan dan dalam keadaan darurat nggak ada salahnya memperhatikan tips2 dibawah ini
Hal-hal yang berbahaya dan perlu diperhatikan di Hutan :
1. tumbuhan beracun
2. Hewan berbahaya.
Dihutan anda dapat mengkonsumsi berbagai macam hewan untuk bertahan hidup dalam keadaan darurat di hutan. Meskipun begitu, hutan merupakan tempat bagi banyak hewan-hewan berbahaya antara lain harimau, babi hutan, kalajengking, ular berbisa, katak beracun dan lain-lain. Serangga,merupakan sumber protein yang baik, lebih dari 1.400 jenis serangga dapat dikonsumsi diseluruh dunia. tetapi ada beberpa hal yang perlu diperhatikan untuk memilih serangga untuk dimakan:
cara aman untuk memakan hewan di hutan adalah dengan berburu ikan

Senin, 08 November 2010

Adaptasi Hewan Dengan Lingkungan

. Adaptasi Hewan dengan Lingkungan dalam Mencari Makanan

a. Serangga
Perhatikan serangga-serangga pada Gambar 3.1 berikut ini.

Bentuk mulut serangga bermacam-macam sesuai dengan jenis makanannya. Bentuk mulut serangga ada yang pengisap, penusuk, dan pengunyah-penjilat.

2. Adaptasi Hewan Burung dengan Lingkungan dalam Mencari Makanan

b. Burung
Pernahkah kamu mengamati kaki burung atau bebek? Perhatikan Gambar 3.2 berikut.

Apakah kaki burung elang sama dengan kaki burung hantu? Adaptasi pada burung meliputi kaki burung dan paruh burung.
  • 1) Kaki Burung
Bentuk kaki burung sesuai dengan lingkungan tempat hidupnya (habitat) dan makanannya. Perhatikan Gambar 3.3.

Dari Gambar 3.2 dan Gambar 3.3. dapat kita amati bahwa kaki burung berbeda-beda. Mengapa demikian? Seperti dijelaskan sebelumnya, kaki burung sesuai dengan habitat dan makanannya. Perhatikan uraian berikut. Kaki elang memiliki empat jari. Setiap jari memiliki kuku yang sangat kuat. Bentuk kaki seperti ini sesuai untuk mencengkeram mangsanya. Selain itu, bentuk tersebut sesuai untuk bertengger di pohon. Burung elang digolongkan ke dalam burung pencengkeram. Kaki burung gelatik memiliki empat jari dan ukurannya kecil. Bentuk kaki seperti itu memudahkan gelatik untuk bertengger pada batang padi. Burung gelatik digolongkan ke dalam burung petengger. Kaki bangau memiliki kaki yang panjang. Jarijarinya memiliki sedikit selaput. Bentuk seperti ini memudahkan bangau untuk berjalan di atas lumpur ketika mencari makan.
Bebek memiliki kaki yang berselaput. Bentuk kaki seperti ini memudahkannya untuk berjalan di atas tanah berlumpur. Selain itu, kaki berselaput berfungsi untuk berenang. Bebek termasuk ke dalam burung perenang.
  • 2) Paruh Burung
Apakah kamu memelihara burung di rumahmu? Bagaimana bentuk paruhnya? Bentuk paruh burung sesuai dengan jenis makanannya. Perhatikan berbagai bentuk paruh pada Gambar 3.4.

Burung elang memiliki paruh yang besar dan runcing untuk merobek mangsanya. Ujung paruhnya berbentuk seperti kait yang tajam. Bentuk paruh tersebut sesuai untuk burung pemakan daging. Burung pipit memiliki paruh yang pendek dan
kuat. Bentuk paruh tersebut sesuai untuk memecah biji-bijian. Burung bangau memiliki paruh panjang dan besar. Bentuk tersebut memudahkannya untuk mencari ikan di rawa-rawa atau daerah lumpur. Bebek memiliki paruh berbentuk pipih dan lebar. Bentuk ini sesuai untuk mencari makanan di dalam lumpur. Bebek biasanya mencari makanan berupa cacing di dalam lumpur.

3. Adaptasi Hewan untuk Melindungi Diri

Untuk mempertahankan hidupnya, hewan perlu beradaptasi untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancamnya. Misalnya, kalajengking seperti terlihat pada Gambar 3.5 memiliki alat penyengat. Hewan-hewan tersebut mengeluarkan racun atau bisa untuk melindungi diri dari musuhnya. Kalajengking jika diganggu, ekornya akan melengkung ke atas dan ekor tersebut akan langsung menyengat musuhnya. Selain kalajengking dan kelabang, berikut cara beberapa hewan lainnya melindungi diri dari musuhnya. a. Cecak dan Kadal
Perhatikan Gambar 3.6. Pernahkah kamu melihat cecak atau kadal yang memutuskan sebagian ujung ekornya? Hal itu dilakukan untuk mengelabui pemangsanya. Jika ada pemangsa yang menyerang dan menangkap ekor cecak atau kadal, keduanya akan segera memutuskan ekornya. Bagian ekor yang putus akan bergerak-gerak untuk beberapa menit. Hal ini akan mengalihkan perhatian pemangsanya. Pada saat itu, cecak atau kadal akan segera menjauhi pemangsanya. Ekor cecak
dan kadal akan tumbuh seperti semula dalam beberapa bulan.



b. Ular
Banyak ular yang memiliki bisa. Bisa itu digunakan untuk melindungi diri dari musuhnya. Bisa merupakan zat racun yang dapat mematikan. Contoh ular berbisa adalah ular kobra dan ular derik. Namun, ada pula ular yang memiliki gigi taring (Gambar 3.7), tetapi tidak memiliki bisa. Contoh ular yang tidak berbisa adalah ular sanca.
c. Bunglon
Pernahkah kamu melihat bunglon? Bunglon adalah hewan yang hidup di pohon. Bunglon melindungi diri dengan cara mengubah warna tubuhnya, sesuai dengan warna lingkungan yang ditempatinya. Jika bunglon berada di tanah, warna tubuhnya akan seperti warna tanah. Jika bunglon di atas daun, warna tubuhnya akan seperti warna daun (Gambar 3.8). Perubahan warna bunglon ini disebut mimikri. Mimikri merupakan salah satu cara bagi makhluk hidup untuk berkamuflase.
Kamuflase adalah suatu kemampuan hewan untuk menyamarkan diri sehingga kehadiran hewan tersebut di lingkungan tidak jelas.

d. Kupu-Kupu
Sayap kupu-kupu memiliki bentuk, pola, dan warna yang dapat berfungsi untuk mengalihkan perhatian pemangsanya. Misalnya, corak sayapnya yang menyerupai bola mata burung hantu. Hal tersebut dapat membuat pemangsa menjauhi kupu-kupu. Peristiwa tersebut disebut mimikri. Untuk melakukan mimikri, suatu hewan memerlukan adanya model-model yang ditiru. Dalam hal ini, model yang ditiru kupu-kupu adalah bentuk mata burung hantu. Kadang-kadang ada kupu-kupu, yang memiliki sayap sewarna dengan tempat yang dihinggapinya.

e. Belalang Daun
Hewan lain yang memiliki kemampuan kamuflase adalah belalang daun (Gambar 3.10). Belalang daun memiliki bentuk tubuh yang pipih, bersayap lebar dan tubuhnya berwarna hijau. Jika belalang daun hinggap di pohon atau daun, akan sangat sulit membedakannya dengan warna daun. Hal itu dilakukan untuk melindungi diri dari hewan pemangsanya, seperti burung.
f. Cumi-Cumi
Apakah kamu pernah memakan cumi-cumi? Jika Ibumu membersihkan cumi-cumi biasanya terdapat tinta hitam yang harus dibuang (perhatikan Gambar 3.11). Tahukah kamu apakah fungsi tinta tersebut? Tinta hitam itu akan dikeluarkan cumi-cumi ketika dirinya terancam bahaya. Cumi-cumi dengan segera akan mengeluarkan tinta untuk mengaburkan pandangan musuhnya.

B. Adaptasi Tumbuhan dengan Lingkungannya

1. Cara Tumbuhan Melindungi Diri

Untuk apa tumbuhan melindungi diri? Tumbuhan melindungi diri dari gangguan hewan. Tumbuhan melindungi diri dengan berbagai cara. Cara tumbuhan melindungi diri bergantung pada jenis tumbuhan tersebut. Tumbuhan melindungi diri dengan cara memiliki duri, bulu racun, dan bau tidak sedap.

Perhatikan Gambar 3.12. Mawar memiliki batang yang berduri. Pohon rotan dan pohon bambu memiliki bulu-bulu halus yang dapat mengakibatkan rasa gatal jika kamu menyentuhnya. Mawar dan bambu merupakan tumbuhan yang beradaptasi dengan lingkungannya.

2. Cara Tumbuhan Menyesuaikan Diri dengan Habitatnya

Bagaimana cara tumbuhan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau habitatnya? Coba kamu perhatikan tumbuhan kaktus ataupun mawar. Kaktus tumbuh di tanah kering dan berpasir. Kaktus memiliki akar panjang dan menyebar. Akar itu berfungsi menyerap air dan mineral dari tanah. Kaktus juga memiliki batang yang tebal dan berongga serta daunnya kecil-kecil. Tujuan batangnya yang berongga ini untuk menyimpan air. Tujuan daunnya kecil-kecil untuk mengurangi penguapan air yang terlalu banyak pada musim kering. Bagaimana dengan tumbuhan yang hidup di air? Pernahkah kamu melihat bunga teratai atau tanaman kangkung? Bunga teratai memiliki daun yang lebar-lebar dan tipis (Perhatikan Gambar 3.13). Mulut daunnya banyak. Daun teratai yang tipis berguna untuk mengapung di permukaan air, sedangkan daunnya yang lebar berfungsi menangkap cahaya matahari lebih banyak sehingga penguapan air lebih banyak. Teratai juga memiliki akar panjang dan melekat di dasar air. Bentuk akar ini membantu teratai memperoleh mineral dari dasar air dan memancangkan dirinya agar tidak lepas. Jika Ibumu memasak kangkung, coba kamu perhatikan batangnya. Apakah batangnya berongga? Batang
yang berongga ini bermanfaat agar kangkung dapat terapung di atas air.

Begitu pula dengan eceng gondok (Gambar 3.13). Eceng gondok dapat terapung di atas air karena tangkai daunnya yang menggembung berisi udara. Selain untuk mengapungkan tubuhnya, rongga udara tersebut juga berfungsi untuk bernapas. Menurutmu, apakah daun eceng gondok yang tipis memiliki fungsi yang sama dengan daun teratai?

Beri Penilaian